Tentang Nafsu | Dr. H. Chazim Maksalina, M.H.
Tentang Nafsu
oleh Dr. H. Chazim Maksalina, M.H.
Ketua Pengadilan Tinggi Agama Gorontalo
Setelah liburan panjang berakhir, penulis mengajak kepada pembaca untuk membahas masalah yang terkait dengan nafsu, sembari menyambut datangnya bulan Sya'ban.
Islam sebagaimana kita ketahui, menjadi jawaban atas rusaknya peradaban pada masa jahiliyyah, bahkan sampai saat ini konsep ajaran Islam telah membumi dan menjadi pedoman hidup, hal itu sesuai dengan trilogi ajaran Tuhan yang tersurat dalam Islam, yaitu Iman, Islam, dan Ihsan, di mana tiga pondasi tersebut mengatur seluruh aspek kehidupan manusia.
Dalam memahami trilogi ajaran Islam, posisi iman sebagai pondasi teologi, islam sebagai pondasi dalam menjalankan syari’at, maka ihsan sebagai jalan tasawuf. Tasawuf pada dasarnya merupakan jalan yang ditempuh seseorang dalam mengetahui dan melawan nafsu. Pembahasan tasawuf berkaitan dengan ruhaniyah manusia, aspek-aspek moral serta tingkah laku untuk menuju dan sampai (wushul) ke hadirat Allah subhanahu wa ta’ala.
"Ilmu tasawuf itu tidak didapat dari pembahasan lisan, akan tetapi dari sesuatu yang dirasakan dan ditemukan dalam hati. Tidak digali dari buku, akan tetapi dari ahli rasa. Tidak diraih dari diskusi dan seminar, akan tetapi dari berkhidmah dan berguru kepada orang-orang yang sempurna,” demikian ujar KH. Ahmad Asrori.
Nafsu adalah elemen jiwa (unsur ruh) yg berpotensi mendorong pada tabiat badaniyah/biologis dan mengajak diri pada berbagai amal baik atau buruk. Nafsu itu pula adalah ruh sebagaimana dimaksud dalam firman Allah surah At-Takwir ayat 7:
Wa idza nufusu zuwwijat
"Dan apabila ruh-ruh dipertemukan (dengan tubuh)". Nafsu di dalam ayat ini diartikan ruh.
Adapun nafsu memiliki tingkatan-tingkatan. Syaikh Muhammad Nawawi Al-Jawi membagi nafsu dalam 7 tingkatan yg dikenal dengan istilah marotibun nafsi yaitu terdiri dari:
(1). Nafsu Ammarah
Nafsu ammarah tempatnya adalah ash-shodru artinya dada. Adapun pasukannya sebagai berikut:
- Al-Bukhlu artinya kikir atau pelit
- Al-Hirsh artinya tamak atau rakus
- Al-Hasad artinya dengki
- Al-Jahl artinya bodoh
- Al-Kibr artinya sombong
- Asy-Syahwat artinya keinginan (duniawi)
(2). Nafsu Lawwamah
Nafsu lawwamah tempatnya adalah al-qolbu artinya hati. Adapun pasukannya sebagai berikut:
- Al-Laum artinya mencela
- Al-Hawa artinya bersenang-senang
- Al-Makr artinya menipu
- Al-Ujb artinya bangga diri
- Al-Ghibah artinya mengumpat
- Ar-Riya’ artinya pamer amal
- Az-Zulm artinya zalim
- Al-Kidzb artinya dusta
- Al-ghoflah artinya lalai
(3). Nafsu Mulhimah
Nafsu mulhimah tempatnya adalah Ar-ruh. Adapun pasukannya sebagai berikut :
- As-Sakhowah artinya lapang hati
- Al-Qona’ah artinya merasa cukup
- Al-Hilm artinya murah hati
- At-Tawadhu’ artinya rendah hati
- At-Taubat artinya taubat atau kembali kepada Allah
- As-Shabr artinya sabar
- At-Tahammul artinya bertanggung jawab
(4). Nafsu Muthma’innah
Nafsu muthma’innah tempatnya adalah As-Sirr artinya rahasia. Adapun pasukannya sebagai berikut:
- Al-Juud artinya dermawan
- At-tawakkul artinya berserah diri
- Al-Ibadah artinya ibadah
- Asy-Syukr artinya syukur atau berterima kasih
- Ar-Ridho artinya ridho
- Al-Khosyah artinya takut akan melanggar larangan
(5). Nafsu Rodhiyah
Nafsu rodhiyah tempatnya adalah Sirr AsSirr artinya sangat rahasia. Adapun pasukannya sebagai berikut:
- Az-Zuhd artinya zuhud atau meninggalkan keduniawian
- Al-Ikhlas artinya ikhlas atau tanpa pamrih
- Al-Waro’ artinya meninggalkan syubhat
- Ar-Riyadhoh artinya latihan diri
- Al-Wafa’ artinya tepat janji
(6). Nafsu Mardhiyah
Nafsu mardhiyah tempatnya adalah Al-khofiy artinya samar. Adapun pasukannya sebagai berikut:
- Husnul Khuluq artinya baik akhlak
- Tarku maa siwallah artinya meninggalkan selain Allah
- Al-Luthfu bil kholqi artinya lembut kepada makhluk
- Hamluhum ‘ala sholah artinya mengurus makhluk pada kebaikan
- Shofhu ‘an dzunubihim artinya memaafkan kesalahan makhluk
- Al-Mail ilaihim liikhrojihim min dzulumati thoba’ihim wa anfusihim ila anwari arwahihim artinya mencintai makhluk dan cenderung perhatian kepada mereka guna mengeluarkannya dari kegelapan (keburukan) watak dan jiwanya ke arah bercahayanya ruh mereka.
(7). Nafsu Kamilah
Nafsu kamilah tempatnya adalah Al-Akhfa artinya sangat samar. Adapun pasukannya sebagai berikut :
- Ilmul Yaqiin
- Ainul Yaqiin
- Haqqul Yaqin
Dalam bukunya Jalan Makrifat, KH Luqman Hakim menjelaskan tahap perubahan nafsu manusia sebagai berikut:
Pertama Ammarah
Nafsu akan cenderung buruk, kecuali jika dirahmati oleh Tuhan, ammarah adalah nafsu instruktif pada keburukan. Ammarah mengalami transformasi menuju kesadaran akan kesalahannya dan itu disebut Lawwamah (yang menyesal keburukan), manakala dilimpahi Rahmat-Nya.
Kedua Lawwamah
Menyesali perbuatan dosa itu awal taubat. Tetapi bila tidak meraih RahmatNya di posisi ini, nafsu hanya romantis, puas dengan penyesalan belaka, tidak bangkit ibadah. Karena itu harus dibersihkan melalui Rahmat-Nya, agar menuju Mulhamah (yang diilhami).
Ketiga Mulhamah
Aktivasi RahmatNya membuat nafsu mulai bersih, mampu membedakan haq dan bathil, mata hati (bashirah) mulai terbuka, mulailah proses Musyahadah (menyaksikan Allah dg mata hati). Lalu ia terkendali dan tenang (Muthaminnah).
Keempat Muthma'innah
Ketentraman dan ketenangan nafsu, karena Rahmat-Nya dan tazkiyah kita ketika di stadium Mulhamah . Ketentraman jiwa, bukanlah akhir perjalanan diri. Ia harus tranformatif "kembali kepada Allah dalam segala hal". Jangan terjebak dengan rasa tenteram.
Kelima Radhiyah
Rahmat-Nya yang menggerakkan tazkiyah atas Muthaminnah kita, membangkitkan semangat mencari RidhoNya (Rodhiyah). Tetapi kita sulit menuju RidhoNya jika tidak ruju' (kembali dan menuju) pada Allah.
Keenam Mardhiyyah
Rahmat-Nya terus membersihkan diri kita, agar tidak puas dg gerakan diri mencari RidhoNya. Hingga kita merasakan posisi dalam Ridho-Nya (Mardhiyyah). Di sana nafsu menjadi ikon Ridho-Nya. Bahwa kita meraih Ridho itu akibat Ridho-Nya yang mendahului Ridho kita.
Ketujuh 'Arifah
Nafsu berhasrat untuk Ma'rifatullah, setelah proses tazkiyah diwilayah Rodhiyah. Di wilayah kema'rifatan godaan luar biasa. Jebakannya semakin rumit. Sejenak kita terpesona indahnya ma'rifat, kita sudah terlempar dari sana. Maka harus ada Rahmat-Nya.
Kedelapan Kamilah
Pasca Ma'rifat adalah keparipurnaan. Kema'rifatan harus terus ditazkiyah melalui Rahmat-Nya, agar meraih transformasi menuju Kamilah. Jangan bangga dengan kema'rifatanmu, jangan tercengang, karena nafsu harus turun ke alam semesta meraih kesempurnaan. Kesembilan Kehambaan dan Ketuhanan
Keparipurnaan (Kamilah) pun harus transformatif, untuk mewujudkan diri sebagai hamba Allah yang benar, dan menegakkan Hak-hak Ketuhanan-Nya. Semua akan kita raih melalui Rahmat-Nya. Bukan hasrat dan ambisi kita. Dengan cara-Nya, bukan cara kita.
Selebihnya, menurut Pengasuh Pondok Pesantren Raudhatul Muhibbin Caringin, Bogor itu, transformasi tersebut harus diamalkan, diwujudkan dan terus belajar. Jangan sampai terjebak tipudaya nafsu yang selalu mencari kepuasan dan kepetualangan.
Wallahu a'lam bi showab
Allahumma sholli 'ala sayyidina Muhammad wa a'la alihi wa sohbihi wa sallim ajma'in